Selasa, 22 September 2020

Seperti Simbol

Semua terasa abstrak, tak ada titik ujung dari semua ini. Seperti garis yang berjalan melingkar, berliku tanpa arah jalan yang jelas. 

Kejenuhan, rasa ingin berganti ke fase yang baru ugh.. terasa berat seakan ada rasa yang tertinggal (entah apa itu). 

Tak ada gambaran jelas mau kemana dan seperti apa, hanya lamunan dalam diam menatap tembok kamar bercat violet yang begitu polos tanpa ada goresan garis maupun teks di dalamnya. 

Apa aku sedang berada pada titik kelelahan? Kejenuhan? Kebosanan akan kehidupan ini? Hmm.. tak ada jawaban pasti dari bibir ini untuk menjawabnya. 

Impian? 

Aku ingat akan impianku, masih tergambar jelas dalam pikiran. 

Namun langkah seakan berat untuk menujunya. Oh Allah hamba lemah dan pasrah akan apapun yang terjadi dalam hidup. 

Teka-teki yang belum ada titik temu.

Senin, 21 September 2020

Karena Dia


Awalnya sempat gagal agenda ke Pundak yang sudah direncanakan dari sebelum tanggal 11 September 2020, bersamaan dengan kasus penipuan Atm yang menimbulkan banyak kejadian yang harus diselesaikan di dalamnya, bersamaan dengan menjelang ujian kejuruan. Mengurus ke kantor bank, belajar dari internet untuk ujian, terputus komunikasi dengan banyak orang terutama hubungan kelas pun sedikit berubah seakan ada jarak panjang di tengahnya namun yang mengganjal dipikiran yaitu rencana itu, "apa jadi berangkat ke puncak? sedangkan aku sudah terlanjur janji kepada mereka terutama kepadanya (Fitri)." Terus berulang di dalam benak, sebuah keputusan yang harus diambil dengan kepastian antara iya atau tidak. 
Berat untuk menolak namun kantong terasa menipis untuk berangkat, hmm.. bukankah itu sebuah dilema? antara bertanggung jawab atas janji yang telah dibuat atau menolak karena keadaan diri, oh bukankah jika menolak berarti egois? ah sudahlah.. 

Beberapa hari berlalu sampai tiba dihari Jum'at, ujian pun berlangsung.
Suasana kelas begitu hening, duduk menghadap layar dengan mouse yang kugenggam, lisan yang terbungkam sedangkan kepala (seakan) berkecamuk memikirkan banyak hal di dalamnya. Detik jam berlalu hampir mendekati pukul 11.00 dan layarku masih terlihat putih tanpa goresan garis sedikitpun. Iya, pikiran terpecah dan mengerjakan ujianpun tak sesuai alur (acak) lari sana lari sini mengupayakan agar selesai bersamaan dengan tepat waktu. 

Jarum jam sudah menunjukkan tepat pukul 12.00 waktunya istirahat. Masih dengan mode diam hanyut dalam lamunan pikiran, hanya berkata sepatah dua kata saja seperti orang judes dan jutekπŸ˜…. 
pukul 13.00 kelas sudah dimulai kembali dan berpikir keras untuk menyelesaikan, detik demi detik pun berlalu dan tepat pukul 15.00 ujian telah selesai dan semua siswa sebagian menunggu di luar. 
(menghela nafas) memantapkan keyakinan dan aku berkata "besok jadi berangkat, apapun yang terjadi tetap berangkat, siapkan barang-barang sesuai yang aku minta. Sampaikan kegrup." 

Mentari telah bersinar dengan cerah, aku bergegas siap-siap untuk pergi ke Kampus menyelesaikan tugas yang sempat tertunda. Tak terasa sudah hampir sore dan baru sampai di rumah, perlengkapan pendakian belum tertata, "tuing" notif WhatsApp grup bermunculan "aku sama Hafi berangkat ke titik kumpul. Kamu hati-hati di jalan" chat dari temanku Firi 
Pukul 17.00 tamu istimewa datang, hmm.. lagi-lagi terjadi kembimbangan. Haruskah dibatalkan sedangkan mereka sudah siap? sungguh Aku tidak setega itu melakukannya. Bismillah berangkat!" 

Aku bergeas mempersiapkan semua dengan matang dan terutama pikiran serta niat yang tertata untuk menemani dalam pendakian pertama mereka. 
Alhamdulillah pada akhirnya kami berempat sampai juga ke Puncak Gunung Pundak dengan logistik seadanya dan air secukupnya. Cukup senang ketika melihat kekagumannya pada alam dan terlukis indah senyuman mereka. MasyaaAllah. 

 πŸŒ± Tidak kusangka semua akan terjadi, berdiri di atas puncak bersamanya, iya bersamanya yang memang sudah lama ingin naik. MasyaaAllah Allah Maha Besar memang dengan segala kekuasaan-Nya. Sejenak aku teringat akan seorang temanku dari kecil yang dimana ia sangat ingin sekali mendaki namun kesempatan be;um datang padanya. Dalam hati aku berkata pada "izinkan kutitipkan salamnya pada namamu (yang sama dengannya), Terima kasih sudah mampu berdiri di atas siana denganku dan maaf jika selama perjalanan ada lisan dan sikapku yang membuatmu tersakiti. 

Sebuah rindu alam dalam namamu. 🌱

Kamis, 03 September 2020

Arti "Bersyukur"



Pandemi belum juga berakhir dan ekonomi masih menjadi polemik dalam kehidupan. Sudah hampir setengah tahun lebih lamanya negeri ini berada dalam status Pandemi Covid-19.
Kota Gresik contohnya, yang terlihat pemandangan sawah yang gersang, pohon yang kering berwarna kecoklatan, tanah yang terlihat (seperti) retakan, serta ditambah cuaca yang begitu panas hingga menyengat ke ubun-ubun kepala. Disisi lain ekonomi bagi rakyat kecil pun kian mencekik, khususnya yang terjadi pada Klinik Tunanetra, iya sebuah tempat pijat refleksi yang dimana di dalamnya dari tunanetra semua. Pendapatan mereka sangat turun karena berkurangnya yang pijat di sini sedangkan pengeluaran bertambah.

Beberapa percakapan yang dikeluhkan saat ditanya,

"pendapatan turun pak, untuk membeli paketan saja harus mikir, karena tidak ada paket internet maka tidak belajar. Penghasilan didapat dari memijat (di sini) pak."

"Lalu apa harapan bapak disaat kondisi seperti ini?"

"Ya berharap ada bantuan meskipun hanya beras, bantuan berupa uangpun tak kami dapatkan karena belum terdata, adapun yang didata mereka penduduk lama. Terima kasih, sangat bersyukur sekali untuk bantuan yang ada ini."

Terjadi serupa di kota lain, Lamongan contohnya, yang dimana di dalamnya bukan hanya tunanetra saja melainkan ada yang berkebutuhan khusus lain yang terdapat, tunadaksa dan autis salah satunya.
Jadi ada komunitas bernama @pertuni_lamongan, yang menaungi mereka dengan berkebutuhan khusus untuk diberdayakan dan saling memotivasi satu sama lain.

Ada satu kalimat yang menjadi motivasi terkuat untuk menjalankan kegiatan ini,
"Keterbatasan ini bukanlah faktor untuk berhenti dalam berkarya." 
- Try Febri Khoirun Nidhom

Iya motivasi dari seorang ketua yang menjadi inspirasi dalam komunitas ini, yang dimana ia juga penyandang disabilitas netra namun memang benar kemampuannya melebihiku (orang yang non-disabilitas).
Aku salut dengannya karena ia dapat berbahasa Inggris cukup fasih saat diajak berkomunikasi dengan orang Singapura.

🌱 Dalam kehidupan pasti tak lepas dari kata "mengeluh", jangankan mereka dari kita yang non-disabilitas mungkin sering mengeluh akan kekurangan fisik yang ada (saat ini). Iya, termasuk aku yang dulunya sering berkata "ya Allah kenapa aku beda dari mereka (orang yang tanpa keterbatasan fisik sedikitpun)? Kenapa mataku berbeda sebelah?" Celaan, hinaan dan bahkan ejekan yang kudapatkan. Menjadi bahan tertawaan teman-teman hingga membuatku malu dan seakan hidup tak adil bagiku. Namun hari ini Allah kembali membukakan pikiran dan mata hatiku seakan menampar mukaku bahwa Ini loh lihat! mereka yang jauh di bawahmu (dengan disabilitas) bisa tersenyum, tertawa bersama teman-temannya bahkan bangkit dari rasa kekurangan yang dimiliki. Masih pantas kamu mengeluh akan kekurangan yang ada dalam dirimu? Sungguh tak patut. πŸŒ± 

Semoga next dapat berkunjung kembali dengan mereka, terima kasih Allah telah menunjukkan semua hal ini.