Senin, 28 Januari 2019

Tanaman Itu Ibarat Anak


Alhamdulillah pagi yang cerah menyambut dengan senyuman kebersyukuran.
Terlihat pemilik toko sebelah (Ko) sedang merapikan tanaman yang ada di depan tokonya.

Tanamannya cantik  ya Om

"iya. Ini tanaman Lombok buang biji tumbuh sendiri"

Ini tanaman apa Om?

"ndak tau, dipinggiran asal masuk dan tumbuh sendiri"

Oh jadi seperti tanaman buangan ya Om?

(Saling tertawa)

"tanaman itu harus dibersihkan (sambil membuang dedaunan kering dan sampah lainnya yang berada di tanaman) sama seperti manusia yang kalo punya anak itu dirawat bukan enak asal buat ndak mau merawat dibuang"

Heheh iya Om. Kurangnya rasa bertanggung jawab

"Yasudah saya masuk dulu ya"

Iya Om saya juga mau makan siang.


Kamis, 24 Januari 2019

Mengeluh "Jaraknya Jauh Banget"

Teringat dulu waktu SMK ada pembagian tempat magang dan aku mendapat tempat yang cukup jauh dari lokasi rumah. Di Duta Masyarakat tempatku belajar selama 3 bulan bersama 2 temanku dan 3 orang dari SMK lain. Keempat temanku lainnya di Dibya yang berlokasi di belakang Marina.
Sempat ada rasa cemburu dan merasa bahwa ini tidak adil karena waktu itu aku keterbatasan kendaraan yang hanya sepeda angin yang kumiliki. Keesokan harinya alhamdulillah temanku memberi bantuan, menawari untuk berangkat bersama dengannya dan sepedaku dititipkan di rumahnya. 

Hari-hari telah berlalu hingga muncul satu permasalahan, temanku sakit dan posisiku belum dapat berkendara motor sama sekali dan hanya bergantung kepada temanku itu. 
"aku tidak dapat masuk, badanku sakit semua, kamu gimana?" kata temanku (sebut saja Sina) 
Sejenak kutermenung apa aku harus ikut izin sakit juga karena tidak ada barengan? Tapi kan ada absensinya dan niatku belajar. Ya Allah bantu hamba. 

Akhirnya esok hari aku pun membolos dan cukup satu hari itu saja. Tibalah hari selanjutnya dan temanku masih sakit, karena adanya rasa tanggung jawabku sebagai pelajar aku membulatkan tekad dan kuatkan fisik untuk mengayuh sepeda kuningku ke tempat magang -- depan Museum NU. 

Kamu tau gimana rasanya mengayuh seorang diri di jalanan besar dan ramai?
Sungguh masyaaAllah This Is Live Is Journey! 

Bunyi klakson di mana-mana, senggol kanan senggol kiri, kebut-kebutan saling menyalip karena mengejar waktu. Menyeberang pun susahnya subhanallah hampir terserempet padahal sudah melambai-lambaikan tangan tetap saja tidak semua merespons baik. Beberapa jam kemudian sampailah di depan tempat magang. Rasa keraguan pun muncul ketika sudah sampai di pintu parkiran karena aku memakai sepeda angin bukan motor seperti yang lain! Rasa minder, keluhan, kesedihan dan bahkan berpikir sepedaku dititpkan kemana ya? Atau ditaruh disini saja kutinggal masuk? Eh tapi nanti tidak bisa pulang. Karena rasa berpikir hal buruk itu hampir saja kurelakan sepedaku begitu saja di jalanan yang sepi. 

Kumencoba menenangkan diri sejenak, menikmati hembusan angin menyapaku, menyapu keringat dan membawa pergi bau ini. 
Tarik nafas - hembuskan (ulangi 3x) 
Ucap bismillah masuk! 

Dan alhamdulillah memberanikan diri untuk masuk dan satpam menyapaku dengan ramah, tidak ada hal buruk yang terjadi. 
Selama dua hari mengayuh sepeda demi menuju ke tempat magang. Dari situ aku mendapat banyak pelajaran bahwa inilah Dunia Kehidupan yang menuntut diri harus berusaha mandiri tanpa bergantung kepada siapapun, cukuplah Allah sebagai pelindungku!. 

Hari selanjutnya dan sampai selesai bareng lagi dengan temanku.
Lega juga ia sudah sembuh dari sakitnya. 
Semoga selalu diberi kesehatan untukmu teman. 

🌱 Tidak semua mengalami apa yang dialami dalam cerita di atas, karena hanya beberapa orang tertentulah yang mampu melewati dan menghadapi ujian yang ada. Berbagai rasa keluhan, kesedihan, keputus-asaan akan hidup ini bahkan tangisan pasti ada namun bukan menyerah karena itu bukanlah ciri dari seorang pejuang. Berjuang, Berjuang dan Maju! itulah yang seharusnya dilakukan oleh siapapun yang masih diberi nafas kehidupan oleh Allah sampai detik nafas terhenti.🌱

Sabtu, 19 Januari 2019

Pendidikan Dari Ayah

Pentingnya mengajarkan hal-hal kecil pada anak sejak ia masih dini.

Kisah lanjutan: https://semestaberhijrah.blogspot.com/2018/12/reframing-ambil-positif-buang-negatif.html

Seorang bapak bercerita sedikit kisahnya kepadaku disela aku mengetik.
Beliau berkata bahwa " iya mbak jadi anak saya sudah saya minta untuk mencuci baju sendiri, menyetrika sendiri yang sebelumnya pakaian tinggal tumpuk dan pakai, menunggu istri saya mencucinya. Sekarang sudah tidak lagi. Saya bilang "kamu jangan menunggu ayah atau ibu, kamu tulang punggung keluarga, kamu yang akan menggantikan ayah jika ayah terjadi apa-apa. Iya ayah" "

Jadi diajarin mandiri ya pak?

" iya mbak, seorang anak harus mempunyai prinsip bukan asal ikut sana-sini. Teman sekolah disana ikut sekolah disana, teman kerja ini ikut ini, teman di rumah masag ikut di rumah juga? Kan tidak mbak. Hidup jangan menggantungkan ataupun menggandengkan pada orang lain. Jika ada yang seperti itu tidak akan sukses dan saya tidak mengajari seperti itu dan bukan anak saya. Harus semangat mbak! punya prinsip. Saya yakin pasti bisa mencapai apa yang ingin dicapai."

Tapi bukannya anak jika terlalu diatur akan membantah?

"iya mbak memang, harus sabar, saya bilang ke istri saya harus sabar mendidik anak, memberi pelan-pelan"

Hmm.. Begitu ya pak, baik ini totalnya pak.

" oiya mbak, terima kasih. "

Iya pak terima kasih juga.


Dari sepenggal kisah di atas dapat diambil bahwa peran orang tua sangatlah berperan penting dan berpengaruh terhadap tumbuh-kembang seorang anak.