Kamis, 18 Juni 2020

Sebuah "Judge"

Ada seorang anak yang ingin melakukan sesuatu, ia ingin membuat suatu karya yang sederhana bahkan ia mempunyai impian yang (sebagian) orang mengatakan "mimpi jangan ketinggian, kalau jatuh sakit" atau ada juga yang "kamu itu tidak pintar, tidak bisa sekolah tinggi" bahkan ada kalimat yang cukup pedas "kamu jangan sok baik, penampilan seperti itu tapi tutur katamu tidak terjaga dengan baik"
"Kamu kok gitu? Seperti wanita bukan baik-baik"

Iya, itu sebagian kalimat yang terdengar dari ucapan mereka. 
Memang bisa jadi ada benarnya bisa juga ada salahnya. 

Namun bukan semerta-merta dalam berkata bahkan menjudge sebagaimana yang terpintas dalam pikiran. 

Bukan siapa dan apa yang salah maupun benar melainkan bagaimana menjaga agar lisan ini berada pada batasannya. 

Bersyukurlah ketika ada yang menilaimu bahkan "menasehati" (dengan caranya) karena itu berarti masih banyak yang peduli dan memperhatikan kehidupanmu. 

Tak harus ada marah ataupun dendam dalam diri ketika mendapati hal seperti itu, cukup dengan dalam diam dalam ketenangan alam semesta untuk menghadapinya. 

Bukankah Allah Maha Tahu? Dengan segala kekuasaan-Nya? 
Bumi Allah luas dengan berjuta bahkan milyaran umat manusia di dalamnya. 
Tak usah risau sesungguhnya masih ada langit sebaik-baik tempat berpenghuni dalam keabadian. 

Selasa, 09 Juni 2020

Salahkah aku mencintainya?

Cinta..
Tak ada kata pasti untuk mendeskripsikannya
Tak ada kata jelas untuk memaknainya
Tersirat bukan tersurat
Itulah dia (cinta)
________

Bukankah cinta berjuta rasanya?
Nikmat dan begitu indah?

"Aku mencintaimu lebih dari apapun, aku menyayangimu dan akan kulakukan apapun untukmu"
"Aku akan berjuang mendapatkanmu, aku nyaman dan bahagia bila didekatmu"

Itukah yang kamu rasakan?
Hahahah.. bulshit.!!!
Terdengar lucu rasanya

Benar memang nikmat, indah dan bahkan berjuta rasanya (sedih, galau, moodly, dan bahkan bisa tangisan yang menderu)
________

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan cinta melainkan diri sendiri yang kurang memposisikan cinta itu sendiri.
Bukan ia yang tak peka atau tak ada rasa untuk membalas cintamu, melainkan kenapa kamu mudah berharap?
Menitipkan cinta pada ia yang fana bukan padaNya yang kekal?

Bukankah Allah Dzat sang pemilik hati semua makhluk?

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik", artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu” [HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Hakim]